PERUBAHAN TRADISI MANJAPUIK BATU DI JORONG ARO KANDIKIA, NAGARI GADUIK, TILATANG KAMANG, AGAM, SUMATERA BARAT (1971-2022)
DOI:
https://doi.org/10.30631/nazharat.v29i2.104Keywords:
Aro Kandikia, Manjapuik Batu, Perubahan, TradisiAbstract
Tradisi Manjapuik Batu adalah tradisi pascakematian yang hanya dilakukan oleh masyarakat Nagari Gaduik dan Nagari Sungai Landia. Penamaan Tradisi Manjapuik Batu berasal dari bahasa Minangkabau, yaitu ‘Manjapuik Batu’ yang berarti ‘menjemput batu’. Sesuai dengan namanya, Tradisi Manjapuik Batu dikenal sebagai kegiatan menjemput batu penanda makam yang masih dilaksanakan hingga saat sekarang. Tulisan ini bertujuan untuk menjelaskan perubahan Tradisi Manjapuik Batu di Jorong Aro Kandikia pada tahun 1971 hingga 2022. Perubahan yang dimaksud adalah perubahan bentuk, fungsi, dan makna tradisi ini. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian sejarah yang terdiri dari empat tahapan, yaitu: 1) Heuristik (Pengumpulan Sumber); 2) Kritik Sumber; 3) Interpretasi; 4) Historiografi. Hasil penelitian yang didapatkan bahwa pada tahun 1971 hingga 1980 masih ada yang menggunakan batu bulek, yaitu batu yang dicari bersama-sama oleh masyarakat Jorong Aro Kandikia di rimba/batang air. Sementara itu, pada tahun 1981 sampai 2022 batu yang digunakan sebagai penanda makam tersebut sudah seluruhnya menggunakan batu pacah: penamaan untuk batu yang dibeli dari toko bangunan. Perubahan lingkungan dan berkembangnya masyarakat menjadi pemicu perubahan jenis batu tersebut perlahan terjadi. Tidak berhenti sampai di situ, perubahan tersebut menjadi rangkaian perubahan yang saling berhubungan satu sama lain, diikuti oleh perubahan bentuk, fungsi, dan makna dari Tradisi Manjapuik Batu.
Downloads
Published
Issue
Section
License
Copyright (c) 2023 Divya Aulya Wulandari, Dedi Arsa

This work is licensed under a Creative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 4.0 International License.